Rabu, 08 Januari 2014

tulisan softskill ke 20



Mengapa Rakyat Ketempuhan Beban Itu?


JAKARTA, KOMPAS.com- KENAIKAN harga bahan bakar minyak berikut barang kebutuhan pokok lain terus menohok warga. Belum sempat ”bernapas lega” beban baru siap-siap menimpa lagi. Kali ini, bernama elpiji. Ini gara-gara PT Pertamina merugi!
Santoso (36), pemilik kedai makan di Jalan Manggarai Utara I, Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, seperti tertimpa beban bertubi-tubi sejak Juli 2013. Setelah kenaikan harga BBM, beragam harga beragam kebutuhan ikut naik. Seperti warga pengguna elpiji lain, dia mendapat ”kado” pahit pada awal Tahun Naga: kenaikan harga.
Terhitung 1 Januari 2014, PT Pertamina (Persero) menaikkan harga elpiji kemasan 12 kilogram (kg). Besarannya Rp 47.508 per tabung di tingkat konsumen. Namun, kenaikan menunggu persetujuan pemerintah, tetapi di lapangan harga bergerak liar.
Warga pengguna elpiji, baik kemasan 12 kg maupun 3 kg, menyambut dengan waswas. Pedagang bingung menentukan solusi, apakah akan menaikkan harga jual atau mengurangi porsi apabila harga elpiji naik tinggi. Keduanya memberatkan konsumen.
Santoso menggunakan dua ukuran tabung sekaligus. Elpiji 3 kg untuk memasak makanan ringan dan 12 kg untuk menu utama, yakni ayam, bebek, dan lele. Semuanya dimasak dengan kompor elpiji.
Menurut Santoso, harga elpiji sebenarnya telah naik sejak 1,5 bulan lalu. Harga elpiji 3 kg yang sebelumnya Rp 15.000 kini jadi Rp 17.000. Tabung 12 kg, yang sebelumnya masih di bawah Rp 75.000, terakhir dia beli sebelum Tahun Baru Rp 90.000.
Supani (48), pedagang nasi rames di daerah Palmerah, Jakarta Barat, juga cemas. Sejumlah warga keberatan dengan kenaikan harga elpiji. Ruli (24), warga Kampung Baru, Sukabumi Selatan, Jakarta Barat, tidak habis pikir mengapa harga elpiji naik lagi. ”Sebelum Tahun Baru harga elpiji eceran sudah naik dari Rp 82.000-Rp 85.000 menjadi Rp 90.000 bahkan ada yang sampai Rp 95.000 per tabung. Masa, saat ini harganya mau naik lagi,” ujarnya.
Kenaikan harga elpiji kemasan tabung 12 kg memang masih menunggu persetujuan pemerintah. Namun, harga telanjur bergerak liar di lapangan. Elpiji kemasan 3 kg seolah tidak mau ketinggalan.
Zulfikar (30), pedagang mi ayam di Koja, Jakarta Utara, mengaku biasa membeli elpiji 3 kg di pengecer Rp 15.000 per tabung. Namun, Rabu (1/1) harganya naik jadi Rp 16.000 per tabung. Beberapa tetangganya bahkan membeli dengan harga Rp 18.000 per tabung.
Yulpani (47), warga Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, mengaku tidak terbebani dengan kenaikan Rp 2.000 per tabung. Namun, dia khawatir elpiji langka di pasaran. ”Dulu diminta beralih dari minyak tanah ke elpiji. Begitu pindah ke elpiji, harganya naik terus,” ujarnya.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, kenaikan harga elpiji mulai dari ukuran 12 kg dan di atasnya akan berdampak buruk bagi masyarakat ataupun Pertamina.
”Dari fakta beberapa tahun ini, jika elpiji 12 kg naik, ada migrasi dari pemakai tabung 12 kg ke tabung 3 kg yang bersubsidi dan harganya jauh lebih murah. Kenaikan kali ini bisa memicu migrasi lebih besar lagi,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Komunikasi Korporat PT Pertamina Ali Mundakir mengatakan, Pertamina telah mengantisipasi perpindahan konsumen ke elpiji 3 kg dengan pemantauan penyaluran hingga level pangkalan.
Keputusan menaikkan harga elpiji 12 kg merupakan tindak lanjut atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan Pertamina menanggung kerugian atas bisnis elpiji nonsubsidi Rp 7,73 triliun selama 2001 hingga Oktober 2012. Hal ini dianggap menimbulkan kerugian negara.
Bagi rakyat kecil, hitung-hitungan Pertamina itu jauh dari imaji tentang negeri yang kaya akan sumber daya alam, termasuk gas bumi. Mengapa mereka harus menanggung kerugian BUMN itu? (MKN/WER/NEL/EVY)

analisi : seiringnya kenaikan BBM ditambah lagi dengan kenaikan pangan,dan sekarang Elpiji 12kg naik besar-besaran. Hal ini menjadikan para pedagan kecil dan ibu-ibu rumah tangga menjerit. Karena kebutuhan hidup yang semakin mahal,dan bahan-bahan pangan semakin mahal. Ambil contoh pedagang warteg, mereka bingung jika mereka menaikan harga makanannya,otomatis pelanggan pun akan berkurang,jika mereka mengurangi porsi makanan, konsumen akan complain dan tidak akan makan di tempat tersebut lagi. Jika mereka beralih ke gas Elpiji 3kg, mereka harus mengeluarkan uang untuk membeli Elpiji 3kg tersebut setiap harinya, bayangkan berapa kerugian yang dialami oleh warung nasi kecil-kecil tersebut dengan keuntungan yang amat sangat minim. Terlepas dari masalah tersebut, mengapa yang menjadi korbannya adalah masyarakat, sedangkan yang kita ketahui Indonesia kaya akan gas buminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar