I PENDAHULUAN
a.
Latar
belakang
Korupsi
di Indonesia
memang telah merajalela bagai gurita. Korupsi telah ‘biasa’ dilakukan dari
tingkat aparat paling redah, Ketua RT, hingga pejabat tinggi negara. Pada
2011 terdapat 436 kasus
korupsi
dengan jumlah tersangka 1.053 orang. Potensi kerugian negara akibat korupsi ini
adalah Rp2,169 triliun. Yang menarik, kebanyakan pelaku korupsi ini memiliki
latar belakang pegawai negeri sipil (PNS). Tersangka berlatar belakang
pegawai negeri menempati urutan teratas dengan jumlah 239 orang. Diikuti oleh
direktur atau pimpinan perusahaan swasta dengan 190 orang, serta anggota
DPR/DPRD
berjumlah 99 orang.
Korupsi ternyata bukan monopoli elite partai
atau penguasa. Di negeri ini semangat mencuri uang negara telah dipraktikkan
generasi muda di kalangan birokrasi. Telah terjadi regenerasi koruptor. Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan baru-baru ini menemukan sekitar 1.800
rekening bernilai puluhan hingga ratusan miliar rupiah milik PNS. Para pemilik
rekening itu berusia sangat muda, yakni antara 28 hingga 38 tahun. Dalam
kepangkatan, mereka ialah para pegawai golongan II hingga IV.
b.
Rumusan
masalah
Indonesia Corruption Watch (ICW) Rabu (19/07/06)
kemarin, memaparkan hasil kajiannya tentang korupsi di Indonesia selama Januari
hingga Juni 2006. Selama 6 bulan, kerugian negara akibat korupsi mencapai
hampir 11 triliun rupiah. Korupsi
terbesar dilakukan Sekneg dengan kerugian negara mencapai 1,9 triliun rupiah.
Sementara itu sektor yang banyak timbul kasus korupsi adalah sektor pertanahan
dan APBD. Sedangkan lembaga negara yang banyak terjadi korupsi adalah Pemda,
DPRD dan BUMN dan BUMD.
ICW berharap kepolisian, kejaksaan dan aparat
pemberantas korupsi lainnya untuk serius menangani korupsi dengan target
mengembalikan uang negara dan menghukum pelakunya. Tingginya kerugian negara
dari sektor investasi pemerintah, salah satunya karena investasi pemerintah di
bidang pendidikan terbukti merupakan kasus korupsi terbanyak sepanjang tahun
2011. Tingginya korupsi di bidang pendidikan merupakan hal baru karena pada
tahun 2010, korupsi tertinggi berasal dari infrastuktur, diikuti sektor
keuangan, kemudian pendidikan.
c.
Tujuan
penulisan
Dari penulisan ini kami ingin memaparkan berapa
kerugian nominal Negara akibat adanya tindakan korupsi oleh para petinggi
Negara yang dimasukan ke dalam kantong pribadi mereka masing-masing.
II. ISI
Indonesia Corruption
Watch (ICW) hari ini mengumumkan Tren Penegakan Hukum Kasus Korupsi 2011.
Laporan ini disusun sebagai evaluasi kinerja aparat penegak hukum (APH) dalam
menangani kasus korupsi di Indonesia. Dalam laporan ICW terdapat tiga besar
sektor yang paling merugikan negara akibat korupsi. Pertama, sektor investasi
pemerintah, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 439 miliar. Kedua,
sektor keuangan daerah dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 417,4 miliar.
Ketiga, sektor sosial kemasyarakatan, yakni korupsi yang kasusnya berkaitan
dengan dana-dana bantuan yang diperuntukkan bagi masyarakat, yang diperkirakan
mencapai Rp 299 miliar. Menurut ICW, sektor pendidikan dengan angka kejadian
korupsi paling tinggi perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Penting
bagi jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dinas-dinas pendidikan di
daerah, BPK atau BPKP, serta aparat penegak hukum untuk mengawasi penggunaan
dan pertanggungjawaban anggaran pendidikan.
Selain itu,
kerugian negara tertinggi berdasarkan tempat terjadinya korupsi atau
berdasarkan lembaga yakni berasal dari semua lembaga dalam jajaran pemerintah
kabupaten (pemkab) dengan jumlah 264 kasus. Selanjutnya, kelembagaan dalam
naungan pemerintah kota (pemkot) dengan jumlah 56 kasus, dan terakhir dalam
jajaran pemerintah provinsi (pemprov) dengan jumlah 23 kasus. Kerugian negara
akibat korupsi di lingkungan pemkab mencapai Rp 657,7 miliar, lembaga BUMN Rp
249,4 miliar, dan pemkot Rp 88,1 miliar. Untuk itu, ICW merekomendasikan agar
APH menghentikan penggunaan dana bansos dan hibah untuk kepentingan pemenangan
pilkada oleh kandidat yang berposisi petahana. Adapun Kementerian Dalam Negeri
harus menggunakan wewenang dan otoritasnya untuk melarang penggunaan dana
bansos atau hibah menjelang pilkada sehingga membuat APBD lebih efektif
dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan daerah dibandingkan harus dipakai sebagai
alat politik bagi petahana dalam mobilitas suara pemilih.
Fenomena itu juga terjadi di seluruh Indonesia
dan banyak dilakukan bendaharawan proyek APBN dan APBD. Modusnya ialah para
bendaharawan proyek itu mentransfer uang negara ke rekening pribadi, bahkan ke rekening istri dan anak-anak mereka. Transfer
biasanya dilakukan menjelang berakhirnya tahun anggaran, yakni pada tanggal
belasan di bulan Desember. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Azwar Abubakar menjelaskan uang miliaran rupiah dalam rekening PNS
merupakan titipan proyek kementerian untuk mencegah pemotongan anggaran di
tahun berikutnya. Apa pun alasan di balik pemindahan itu, jelas telah terjadi
penyalahgunaan. Tidak ada aturan yang membenarkan menyimpan uang negara di dalam
rekening pribadi. Penyimpanan seperti itu adalah tindakan kriminal.
Dalam hal ini, PPATK tidak boleh
setengah-setengah menindaklanjuti temuan itu. Mereka seharusnya segera
menyerahkan data rekening yang mencurigakan kepada aparatur penegak hukum,
termasuk KPK. Kepolisian, kejaksaan, apalagi KPK, harus menggunakan asas
pembuktian terbalik dalam mengusut rekening-rekening PNS muda yang mencurigakan
itu. Mereka layak diperiksa dan diminta membuktikan asal usul uang dalam
rekening mereka. Bila kepemilikan tidak bisa dibuktikan asal usulnya secara sah
dan fair, uang harus disita untuk negara. Apalagi Indonesia memiliki undang-undang tentang pencucian uang, yang jarang dipakai
aparatur penegak hukum dalam menjerat koruptor. Menurut undang-undang itu,
siapa saja yang menerima aliran dana dari seorang koruptor harus dihukum. Bila
undang-undang itu dipakai, akan banyak sekali yang masuk penjara. Menggunakan
undang-undang pencucian uang harus menjadi senjata bagi pimpinan KPK yang baru
untuk memberantas korupsi yang makin mewabah. Dengan undang-undang itu, para
politikus yang kecipratan uang dari tersangka korupsi harus masuk bui.
Menurut peneliti ICW, Agus Sunaryanto, hal ini
konsisten dengan yang terjadi pada 2010, meski pun jumlahnya untuk tahun ini
menurun. Di 2010 ada 336 PNS yang terlibat kasus korupsi. Temuan ini
mengkonfirmasi penelusuran PPATK tentang maraknya rekening gendut PNS muda di
berbagai daerah. Hal ini, menunjukkan kegagalan pengawas internal pemerintah
pusat dan daerah seperti Bawasda dan Irjen dalam mengantisipasi berbagai bentuk
penyimpangan.
III. PENUTUP
a.
Kesimpulan
Terpilihnya pemimpin baru Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menyimpan optimisme
sekaligus pesimisme. Optimisme muncul karena terpilihnya Abraham Samad sebagai
Ketua KPK merupakan kemenangan fraksi-fraksi di DPR yang menginginkan
pengusutan tuntas perkara bailout Bank Century, dugaan korupsi proyek
Hambalang, serta korupsi Wisma
Atlet. Melihat korupsi yang marak
itu, KPK, kejaksaan dan kepolisian harus bertindak lebih galak ! Jika tidak,
maka koruptor bakal kian bebas bergerak, dan negeri ini bisa bangkrut.
Pemberantasan korupsi lebih baik difokuskan ke pembersihan penegak hukum yang
telah terinfeksi korupsi. Sebab semua kasus korupsi bermuara pada pemeriksaan
dan penghukumannya ada di penegak hukum
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar